Biden Serukan Pembatasan Masa Jabatan Hakim Mahkamah Agung AS

3 months ago 29
ARTICLE AD BOX

Washington -

Presiden Joe Biden mengusulkan perubahan besar-besaran di Mahmakah Agung Amerika Serikat (AS) melalui pembatasan masa jabatan kesembilan hakim. Namun, usulan itu ditentang keras oleh Partai Republik.

Dilansir Reuters, Selasa (30/7/2024), Biden meminta kongres meloloskan aturan yang bersifat mengikat yang mengharuskan para hakim untuk mengungkapkan hadiah, menahan diri dari aktivitas politik publik, dan menarik diri dari kasus-kasus di mana mereka atau pasangan mereka memiliki konflik kepentingan finansial atau lainnya.

Ia juga mendesak penerapan batasan masa jabatan para hakim dari seumur hidup menjadi 18 tahun.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Biden menyerukan perombakan, serta amandemen konstitusional untuk menghilangkan kekebalan presiden yang diakui dalam putusan Mahkamah Agung pada tanggal 1 Juli.

Rencananya, Biden akan berbicara lebih lanjut tentang masalah tersebut di perpustakaan kepresidenan mantan Presiden Lyndon B. Johnson di Austin, Texas, pada hari Senin nanti.

"Negara ini didirikan atas prinsip yang sederhana namun mendalam: Tidak seorang pun kebal hukum. Tidak juga presiden Amerika Serikat. Tidak seorang pun hakim di Mahkamah Agung Amerika Serikat. Tidak seorang pun," tulis Biden dalam opini tersebut.

Pekan lalu, Biden mengundurkan diri dari kontestasi Pilpres AS dan mendukung Wakil Presiden Kamala Harris sebagai kandidat Demokrat untuk menghadapi Trump, calon dari Partai Republik.

Biden sebelumnya membentuk sebuah komisi untuk mempelajari perubahan Mahkamah Agung. Biden juga menunjuk salah satu dari sembilan hakim agung, Ketanji Brown Jackson yang beraliran liberal.

"Dalam demokrasi kita, tidak seorang pun boleh berada di atas hukum. Jadi kita juga harus memastikan bahwa tidak ada mantan presiden yang memiliki kekebalan atas kejahatan yang dilakukan saat berada di Gedung Putih," Harris, mantan jaksa penuntut dan jaksa agung California, mengatakan dalam sebuah pernyataan pada hari Senin.

U.S. Supreme Court justices pose for their group portrait at the Supreme Court in Washington, U.S., October 7, 2022. REUTERS/Evelyn Hockstein/File Photo9 Hakim Mahkamah Agung AS. Foto: REUTERS/Evelyn Hockstein/File Photo

Anggota Kongres dari Partai Republik, Ketua DPR Mike Johnson, menyebut usulan Biden sebagai upaya untuk "mendelegitimasi pengadilan," dan mengatakan perubahan tersebut tidak akan dipertimbangkan oleh majelis, yang dikendalikan oleh partainya.

"Langkah berbahaya pemerintahan Biden-Harris ini sudah tidak berlaku lagi di DPR," kata Johnson dalam sebuah pernyataan.

Komite Nasional Partai Republik menyebut usulan tersebut sebagai bagian dari skema untuk mengisi Mahkamah Agung dengan "hakim-hakim radikal sayap kiri."

Steve Benjamin, direktur keterlibatan publik Biden, mengatakan bahwa Gedung Putih memahami tantangan yang ada dalam mendorong maju, tetapi Biden berkomitmen untuk memperjuangkan apa yang ia pandang sebagai reformasi yang penting dan tepat waktu.

"Ia masih terus bergerak maju. Ia tidak akan berhenti," kata Benjamin.

(taa/taa)

Read Entire Article